Selasa, 11 Desember 2012

Pungutan OJK terhadap Konsultan Hukum Dikritik

Meskipun baru dalam bentuk rancangan, rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menarik pungutan terhadap profesi konsultan hukum dikritik. Sebelumnya, Ketua Umum Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) Indra Safitri menyatakan pihaknya berharap konsultan hukum tidak dikenai pungutan.
Tertuang dalam materi sosialisasi RPP tentang Pungutan oleh OJK yang dipaparkan dalam sebuah seminar di Jakarta, November 2012 silam, OJK menyatakan penggunaan pungutan untuk membiayai kegiatan operasional, administratif, pengadaan aset, serta kegiatan pendukung lainnya. OJK memproyeksikan pada tahun 2017 pembiayaan lembaga yang dibentuk berdasarkan UU No. 21 Tahun 2011 ini akan mandiri.
OJK memberlakukan enam jenis pungutan. Pertama, pungutan terkait biaya pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penelitian untuk satu tahun. Kedua, pungutan terkait biaya pendaftaran dan persetujuan produk.
Ketiga, pungutan terkait biaya penelaahan dokumen aksi korporasi emiten atau perusahaan publik dan biaya penelaahan dokumen aksi pengendali baru emiten atau perusahaan publik. Keempat, pungutan terkait biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, dan pengesahan lembaga. Kelima, pungutan terkait biaya perizinan dan pendaftaran orang perseorangan. Keenam, biaya penyediaan data dan informasi.
Dari keenam jenis pungutan itu, dua diantaranya diberlakukan terhadap konsultan hukum, dengan rincian sebagai berikut:     
Jenis Pungutan
Besaran
Pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penelitian untuk satu tahun
Rp1 juta – 2 juta per orang
Pungutan terkait biaya perizinan dan pendaftaran orang perseorangan
Rp5 juta per orang

Pakar hukum perbankan, Yunus Husein berpendapat konsultan hukum seharusnya tidak dikenakan pungutan. Pasalnya, konsultan hukum posisinya hanya sebagai profesi penunjang perbankan.
“Kalau benar akan diatur konsultan hukum dikenakan pungutan oleh OJK, saya rasa kurang tepat karena mereka sebenarnya hanya profesi penunjang dalam industri jasa keuangan,” ujar Yunus ditemui hukumonline usai sidang promosi doktor Kepala PPATK Muhammad Yusuf di Universitas Padjajaran, Bandung, Senin (10/12).
Mantan Kepala PPATK ini berpendapat seyogianya pungutan hanya diberlakukan kepada pelaku utama industri jasa keuangan. Misalnya, lembaga perbankan, asuransi, dan pembiayaan. Sebaliknya, menurut dia, profesi penunjang seharusnya ‘bebas’ dari pungutan. “Seharusnya mereka (konsultan hukum) tidak kena pungutan karena mereka hanya memberikan jasa.”
Dikatakan Yunus, jika tujuannya untuk membiayai operasional lembaga, pungutan dari lembaga perbankan dan industri jasa keuangan lainnya sudah cukup. “Mereka (OJK) ambil sekian persen, mengingat aset bank, itu lebih dari cukup. Apalagi, ada pendanaan dari APBN,” papar Yunus.
Registration Fee OK
Dihubungi hukumonline, Selasa malam (11/12), Ketua Umum HKHPM Indra Safitri kembali menegaskan sikapnya bahwa konsultan hukum pada dasarnya bukan objek yang dapat dikenakan pungutan. Hanya saja, HKHPM, kata dia, cukup bisa menerima jika pungutan itu terkait biaya pendaftaran untuk pertama kali (registration fee).
“Dimana-mana kalau mau masuk itu memang ada registration fee, untuk ini kami bisa menerima hanya besarannya kami usulkan diturunkan (dari Rp5 juta) menjadi Rp2,5 juta,” ujar Indra.
Untuk jenis pungutan pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penelitian untuk satu tahun (annual fee), Indra tegas menyatakan keberatan. Pasalnya, pemberlakuan annual fee terhadap konsultan hukum tidak memiliki dasar pertimbangan yang kuat. Indra khawatir annual fee ini akan memberatkan konsultan-konsultan hukum yang sepi ‘job’ di sektor jasa keuangan. Apalagi, konsultan hukum juga dikenakan iuran rutin dari organisasi profesinya.
“Keberatan ini sudah kami sampaikan ke pihak OJK, dari diskusi-diskusi sepertinya mereka memahami keinginan kita,” katanya. “Kami tentunya berharap usulan kami didengar oleh OJK.” 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar